Jakarta, CNBC Indonesia – Penggunaan produk keuangan Buy Now Pay Later (BNPL) semakin marak. Bahkan, jumlahnya kini sudah melampaui penggunaan kartu kredit.
Direktur Utama PT Pefindo Biro Kredit (IdScore) Yohanes Arts Abimanyu mengungkapkan bahwa jumlah outstanding amount atau jumlah utang yang belum terbayarkan dari BNPL sebesar Rp 25,16 triliun per semester I-2023. Sementara total outstanding yang termasuk kredit macet atau non performing loan (NPL) sebesar Rp 2,15 triliun.
Besaran tersebut berasal dari sekitar 13 juta pengguna BNPL, yang mana sudah melampaui lebih 2 kali lipat pengguna kartu kredit yang sebanyak 6 juta.
Menurut Yohanes, maraknya penggunaan BNPL ini karena kemudahan dan kecepatan dalam proses persetujuan pemberiannya. Di samping itu, banyaknya promo-promo di merchant dan platform e-commerce dengan menggunakan pembayaran melalui BNPL. Belum lagi, pertumbuhan ekonomi pasca Covid-19 juga mendorong permintaan atas paylater.
“Namun perlu diingat bahwa kemudahan dan kecepatan harus dibarengi dengan manajemen risiko kredit yang memadai. Apalagi paylater ini juga banyak didukung oleh bank, multifinance dan P2PL yang memberikan kemudahan dalam pemberian dana bagi paylater,” ujar Yohanes kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/8/2023).
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL layanan buy now paylater (BNPL) per April 2023 mencapai 9,7% atau di atas batas aman 5%. Berdasarkan umur, rentang usia muda 20-30 tahun menyumbang 47,78% terhadap rasio NPL BNPL.
Menanggapi hal ini, OJK menyampaikan bahwa tingkat inklusi keuangan pada rentang usia muda tersebut sebenarnya sudah mencapai sekitar 86%, tergolong tinggi. Tingkat tersebut juga terus naik dari tahun ke tahun, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan tingkat literasi keuangan.
Terlebih, BNPL kini sudah terhubung dengan sistem layanan informasi keuangan (SLIK). Lantas jika ada tunggakan, akan mempengaruhi credit score masyarakat.
Bahkan, dampaknya sudah terlihat nyata. Belakangan ini, viral cuitan Twitter tentang 5 orang lulusan baru (fresh graduate) yang ditolak lamaran kerja karena status kolektibilitas 5 atau macet.
“Gilaaa. 5 orang freshgrad daftar di kantor tmptku kerja, kelimanya gak ada yang lolos karena BI Checking Kol 5. uwaww,” tulis @kawtus di Twitter pada Senin (21/8/2023).
Sebagai informasi, BI Checking kini bernama sistem layanan informasi keuangan (SLIK) OJK. SLIK dapat menunjukkan riwayat kredit seseorang dapat terlihat dengan lengkap. Dalam hal ini, hanya tinggal memasukan NIK di KTP untuk dapat mengakses data SLIK seseorang.
Nantinya, data SLIK akan semakin terintegrasi dan riwayat kredit seseorang dapat terlihat dengan lengkap. Dalam hal ini, OJK tengah menggodok pembentukan pusat data Fintech Lending (Pusdafil). Nantinya, pengajuan pinjol akan terintegrasi dengan SLIK OJK.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Bikin Kaget! Kredit Macet Pinjol RI Paling Gede di Daerah Ini
(fsd/fsd)
Quoted From Many Source