Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru terjadi di tengah situasi mencekam dari AS.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka di angka 15.685/US$ atau menguat 0,03% terhadap dolar AS. Posisi ini senada dengan penguatan pada penutupan perdagangan kemarin (11/10/2023) yang juga menguat 0,25%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Kamis (12/10/2023) pukul 08.58 WIB, berada di posisi 105,65 atau turun 0,16% jika dibandingkan penutupan perdagangan Rabu (11/10/2023) yang ditutup di angka 105,82.
Kemarin (11/10/2023), AS telah merilis data Inflasi harga produsen (PPI) di Amerika Serikat meningkat menjadi 2,2% tahun-ke-tahun pada bulan September 2023, tertinggi sejak bulan April dan jauh di atas konsensus pasar sebesar 1,6%.
Mengutip dari CNBC International, pasar melihat PPI sebagai indikator utama inflasi, karena PPI mengukur berbagai macam biaya untuk barang-barang yang disalurkan ke produk konsumen. Pada hari Kamis, Departemen Tenaga Kerja akan merilis indeks harga konsumen yang diawasi lebih ketat, yang diperkirakan menunjukkan sedikit penurunan laju inflasi.
Kedua laporan tersebut menjadi masukan bagi keputusan kebijakan bank sentral AS (The Fed), yang telah menaikkan suku bunga secara agresif dalam upaya membendung inflasi.
Sebagai informasi, The Fed menargetkan inflasi tahunan sebesar 2% namun diperkirakan tidak akan mencapai angka tersebut dalam beberapa tahun ke depan. Perkiraan pasar menunjukkan bahwa bank sentral kemungkinan akan menaikkan suku bunga pada siklus ini, meskipun para pejabat memperkirakan akan menaikkan suku bunga lagi sebelum akhir tahun.
Sementara pada Kamis dini hari (12/10/2023), risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) atau FOMC Minutes menunjukkan mayoritas partisipan melihat satu lagi kenaikan di masa depan akan menjadi keputusan yang tepat tetapi sebagian lagi melihat tidak perlu ada kenaikan.
“Kebijakan akan tetap terbatas untuk beberapa waktu sampai Komite percaya diri jika inflasi AS sudah bergerak ke target sasaran,” tulis risalah FOMC.
Ketidakpastian ekonomi AS, dinamisnya data ekonomi AS, dan ketatnya pasar keuangan membuat The Fed lebih berhati-hati. Pasar kini melihat jika The Fed telah beralih fokus bukan lagi pada berapa kenaikan tetapi seberapa lama suku bunga tinggi akan dipertahankan.
Jika suku bunga AS mengalami kenaikan dengan sikap hawkish The Fed, maka hal ini akan menekan pasar keuangan Indonesia termasuk nilai tukar rupiah. Capital outflow pun terjadi dari pasar keuangan Indonesia salah satunya SBN karena imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun lebih menarik dengan rating yang jauh lebih baik dibandingkan surat utang Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer
(rev/rev)
Quoted From Many Source