Ringgit Terparah! Ini Daftar Mata Uang yang Ditindas Dolar AS

Berita, Teknologi92 Dilihat

Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas mata uang Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (15/8/2023) ditengarai akibat faktor eksternal AS.

Dilansir dari Refinitiv, pukul 10.50 WIB, menunjukkan terjadi pelemahan terhadap mata uang di Asia terhadap dolar AS. Terlihat ringgit Malaysia dan yuan China mengalami pelemahan terparah terhadap dolar AS yakni sebesar 0,24%, sedangkan yen Jepang menguat tipis 0,03%, dan won Korea Selatan memimpin dengan penguatan 0,05%.

Hari ini, rupiah dibuka melemah 0,16% terhadap dolar AS di angka Rp15.335/US$ bahkan sempat menyentuh Rp15.359/US$. Posisi ini merupakan yang terparah sejak 20 Maret 2023 atau hampir lima bulan terakhir.

Pelemahan mata uang Asia dipengaruhi oleh inflasi AS yang mengalami kenaikan pekan lalu.

Indeks Harga Konsumen (CPI) AS sebesar 3,2% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Juli 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3% yoy dan di bawah ekspektasi pasar yakni 3,3% yoy.

Berdasarkan data yang dirilis Biro Statistik Ketenagakerjaan AS dari dikutip Trading Economics, Kamis (10/8/2023) kenaikan inflasi tersebut menjadi yang pertama kali dalam setahun terakhir, setelah dalam 12 bulan berturut-turut mencatatkan penurunan CPI.

Adapun, inflasi inti, yang tak mencakup harga bergejolak tercatat sebesar 4,7% YoY pada Juli 2023, turun tipis dari dari bulan sebelumnya dan ekspektasi ekonom sebesar 4,8%% yoy.

Sedangkan Indeks Harga Produsen (PPI) naik melampaui ekspektasi pasar. PPI pada Juli 2023 secara tahunan meningkat ke 0,8% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,2% yoy dan ekspektasi pasar yang memperkirakan tumbuh 0,7% yoy.

Sementara inflasi produsen inti berada di 2,4% yoy, stagnan dibandingkan bulan sebelumnya tetapi lebih tinggi dari perkiraan sebesar 2,3%.

Baca Juga  Kalau Jadi Presiden, 3 Komoditas Ini Auto Jadi Andalan Ganjar

Data inflasi produsen yang berada di atas ekspektasi nampaknya tidak terlalu direspon pasar. Pasalnya, dari target Bank Sentral AS (The Fed) yang memasang di angka 2% nilai inflasi inti masih jauh.

Kenaikan inflasi AS ini berdampak pada tendensi sikap hawkish The Fed pada pertemuan Federal Open Meeting Committee (FOMC) yang akan diselenggarakan pada September 2023.

Berdasarkan CME Fedwatch Tool pada 14 Agustus 2023 pukul 10.58 CT menunjukkan bahwa 88,5% The Fed akan pause suku bunganya dan tetap di 5,25-5,50%. Sedangkan 11,5% mengatakan akan mengalami kenaikan sebesar 25 bps menjadi 5,50-5,75%.

Jika The Fed menaikkan suku bunganya, maka dolar AS akan semakin kuat dan mata uang Asia lainnya akan melemah. Hal ini terjadi dana asing akan semakin deras membanjiri pasar keuangan AS karena imbal hasil yang lebih menarik.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


The Fed Masih Bikin Cemas, Rupiah Sentuh Rp 15.025/USD

(rev/rev)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *