Jakarta: Pakar hubungan internasional Universitas Indonesia Shofwan Al Banna mengungkapkan penyebab Israel kecolongan atas perlawanan Hamas. Israel disebut sempat lengah.
“Kekuatan militer Israel banyak ditarik ke Tepi Barat sehingga di selatan agak berkurang. Ini yang kemudian membuka peluang terjadinya serangan ini,” kata Shofwan di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Oktober 2023.
Shofwan mengatakan berkurangnya pasukan Israel di bagian selatan dimanfaatkan Hamas. Sehingga serangan itu diluncurkan pada Sabtu, 7 Oktober 2023.
“Alasan kedua, konflik internal Israel yang dalam beberapa tahun terakhir ada demonstrasi rutin dari oposisi ke (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu,” ujar dia.
Shofwan menyebut demonstrasi itu untuk memprotes Netanyahu lantaran mengubah konstitusi. Konstitusi itu membuat Netanyahu yang tengah didakwa melakukan korupsi bisa bebas.
Sementara itu, ada faktor lainnya yang berasal dari Palestina. Penduduk Palestina disebut terus mengalami kekerasan sistematis terutama di Jalur Gaza.
“Di Gaza ada 2,2 juta penduduk dan sekitar satu jutanya masih anak-anak dan remaja. Sementara tepi barat terus diekspansi oleh permukiman dengan kekerasan,” jelas Shofwan.
Shofwan menuturkan kondisi itu membuat Palestina ingin mendobrak status quo. Sebab, berdiam diri disebut sama dengan menunggu giliran untuk mengalami kekerasan.
“Lebih baik lakukan sesuatu. Ada kemungkinan jadi lebih buruk atau jadi lebih baik, ini pertaruhan yang diambil,” tutur dia.
“Kekuatan militer Israel banyak ditarik ke Tepi Barat sehingga di selatan agak berkurang. Ini yang kemudian membuka peluang terjadinya serangan ini,” kata Shofwan di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Oktober 2023.
Shofwan mengatakan berkurangnya pasukan Israel di bagian selatan dimanfaatkan Hamas. Sehingga serangan itu diluncurkan pada Sabtu, 7 Oktober 2023.
“Alasan kedua, konflik internal Israel yang dalam beberapa tahun terakhir ada demonstrasi rutin dari oposisi ke (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu,” ujar dia.
Shofwan menyebut demonstrasi itu untuk memprotes Netanyahu lantaran mengubah konstitusi. Konstitusi itu membuat Netanyahu yang tengah didakwa melakukan korupsi bisa bebas.
Sementara itu, ada faktor lainnya yang berasal dari Palestina. Penduduk Palestina disebut terus mengalami kekerasan sistematis terutama di Jalur Gaza.
“Di Gaza ada 2,2 juta penduduk dan sekitar satu jutanya masih anak-anak dan remaja. Sementara tepi barat terus diekspansi oleh permukiman dengan kekerasan,” jelas Shofwan.
Shofwan menuturkan kondisi itu membuat Palestina ingin mendobrak status quo. Sebab, berdiam diri disebut sama dengan menunggu giliran untuk mengalami kekerasan.
“Lebih baik lakukan sesuatu. Ada kemungkinan jadi lebih buruk atau jadi lebih baik, ini pertaruhan yang diambil,” tutur dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
(END)
Quoted From Many Source